Senin, 24 November 2014

Surat Kepada Tuhan (Puisi bebas)



Tulisan ini, sebenarnya aku juga bingung menamainya apa...
Maka sebut dan anggap saja puisi bebas.
Kalau pun bukan, maka beri aku saran dan mungkin pencerahan. :) hehe
Ini mengalir spontan ketika aku hampir dan telah kehilangan salah satu dari orang tersayang di keluarga besar...NENEK.

Dan aku menulis ini untuk beliau.


Sabtu, 11 Oktober 2014.
Dering handphone menampilkan daftar kontak “Father”
Timbul tanya, mengapa ayah menelpon sesiang ini?
Nenek, ia memintaku pulang ke rumah.
Rindu, dan banyak yang ingin disampaikan...katanya.
Siang itu aku terburu-buru pulang  ke rumah
Entah apa yang ada di pikiranku, yang ada.... “Nenek kenapa?”
Setibanya, beliau bertutur panjang lebar
Menyampaikan wasiatnya, bukan...sebut ini nasehat
Cucu tertua, Rita Afrina....baik-baik sepeninggal nenek kelak
Dan masih panjang lagi tuturnya.
Bukan main, sore itu aku seperti obat baginya
Ia pulih.

Tapi....

Minggu, 12 Oktober 2014.
Bujukan berkali-kali dan akhirnya....
Menuju rumah sakit atas persetujuan beliau pagi itu
Lemah, dan terlihat lelah
Wajah segarnya, kini layu
Tubuh gemuk dan bugar itu, kini entah sedang di mana
Tapi ia tetap tak lupa, ingatannya sempurna
Selalu ingat tentang aku, cucu tertuanya
Tentang semua orang yang ada di setiap sisi tubuh yang kian mengurus itu
Kulitnya masih menerima jarum infus dengan ramah
Hingga siang itu, tubuhnya memberontak
Menuntut selang oksigen bersahabat dengan hidungnya
Entah lah...mungkin saat itu ia hampir tiba atau sudah berada di pintu itu
Tapi belum ada panggilan dan jemputan untuknya


Selasa, 14 Oktober 2014.
Ruang Melati C2 M.Yunus Bengkulu
Sekarang beliau di sana
Dengan gelang berwarna pink di lengan kanan bertuliskan nama yang pasti aku kenal...
Ditemani selang dan benda kecil runcing di sisi gelang itu
Kadang bugar itu kembali,
Namun kadang semua sepertinya akan segera berakhir
Aku lupa, ada satu wajah yang juga menyita pikiran kusutku
Wajah itu sayu dan redup, menekuk khawatir dan menyiratkan harapan tanpa kepastian..
Ibu, aku tahu ini sulit dan berat
Tapi aku paham dan yakin engkau adalah perempuan hebat
Layaknya yang kau ajarkan dan perlihatkan padaku
Pada ribuan hari yang lalu hingga detik ini


Sabtu, 24 Oktober 2014.
Cukup lama menuju hari ini
Namun, entah bagaimana rasanya bagi beliau
Setelah yang kedua kalinya cairan merah pekat dalam tubuh itu tercuci bersih berganti suci, lagi...
Mungkin membaik,
Tapi lelah itu masih tergambar jelas di sekujur tubuhnya
Leher yang sepertinya berat menopang kepala yang dulu kuat mendongak...
Dan pukul 17.00 WIB,
Jadwal beliau untuk berjumpa dengan selang panjang penyedot cairan merah itu..
Ya, setelah dengan lahapnya beliau menyantap makanan kesukaannya siang itu
Berjalan cepat.....
Lelah dan jenuh itu tiba menjamahnya


Selepas adzan Maghrib berkumandang....


Duka ini pecah mencapai puncak
Handphoneku kembali berdering
Kali ini....beliau hanya meninggalkan nama
Bukan nasehat, wasiat atau apa pun itu
Ketika tabung oksigen dan ribuan kantong darah tak lagi berarti apa-apa
Maka takdir Tuhan yg berbicara...
Allah meminta kaki tangannya untuk menjemput dan membawanya pulang
Detik itu juga, dg kereta kencana yg entah seperti apa bentuknya
Meluncur ke rumah baru. Milik Tuhan.
Sekian dan rasanya sudah cukup baginya
Beliau menyelesaikannya hari ini
Tuhan, pintaku...berikan ia sebuah tempat terbaik di sana
Sambut ia dengan sejuk & lembut.
Beri ia kenyamanan di rumah baru itu.
VIP khusus untuknya...kami pesan melalui do'a.


Surat kepada Tuhan, untuk nenek tercinta.
Dalam damai di sisi-Nya.
Amin


Tertanda,
Cucu tertua (Rita Afrina Syopyan) dan keluarga besar

Tidak ada komentar:

Posting Komentar